Thursday, September 23, 2010

Dhikr in the evening and morning: "We're pleased with Allah as our Lord, Islam as our Deen, and Muhammad as Our Messenger"


Abu Dawud in his Sunan records the following hadith from Abu Sa’id Al-Khudri (radhiya Allahu ‘anhu) who said that the Messenger of Allah (SWT) (‘alayhis salaam) said,
“Whoever says:
رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ‏ ‏وَبِمُحَمَّدٍ ‏ ‏رَسُولًا
Radeetu billahi rabban, wa bil-Islaami deenan, wa bi-Muhammadin rasoolan 
“I am pleased with Allah (SWT) as my Lord, with Islam as my Deen, and Muhammad as a Messenger” 
Jannah becomes obligatory for him [to enter].
Imam At-Tirmidhi records from Thawbaan (radhiya Allahu ‘anhu) that the Nabi (SAWS)Muhammad (‘alayhis salaam) said, “Whoever says at evening time,
رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ‏ ‏وَبِمُحَمَّدٍ ‏ ‏نَبِيًّا
“I am pleased with Allah (SWT) as my Lord, with Islam as our Deen, and Muhammad as our Prophet” 
in effect Allah (SWT) will become pleased with them.” (3389 book of Du’aa’)
In the Musannaf of Ibn Abi Shaybah, At-Tabarani’s Mu’jam, Imam Ahmad’s Musnad the words, “Whoever says in the morning time or the evening time…” Al-Haythami stated, “And the narrators of Imam Ahmad and Tabarani are impeccably trustworthy (thiqaat).” Ibn Abdul-Barr states in his “Al-Isti’aab”, “This hadith is Sahih.”
Two words are mentioned within these different narrations: Rasulan رسولاً and Nabiyan نبياً . Imam An-Nawawi stated about the usage of these two words in the dhikr, “And it is recommended to combine the two [wordings], so it is said, “Nabiyan wa Rasoolan (Prophet and Messenger)”, and if one were to shorten [the dhikr] to only one of the words then they would only be acting upon one of the narrations.”1
It is the Sunnah of the last of the Prophets (‘alayhim salaam) to repeat these words in the morning and in the evening. It is a testament of faith, a reminder for the soul, and a litany of spiritual strength. Such a short phrase yet resulting in incredible rewards; the pleasure of Allah (SWT) and thus His blessing upon one to enter the eternal garden, bliss – Jannah.

Saying “Alhamdu lillah” if they sneeze during Salah?

Fatwa no. 16903 Q:

If a person
 sneezes while offering salah (Prayer), should they say "Alhamdu lillah [All praise is due to Allah]"? Also, if a person yawns while offering Salah, do they have to say Isti`adhah (saying: "A`udhu-Billahi mina Al-Shaytan -ir-Rajim [I seek refuge with Allah from the accursed Satan]")? 

A: 
If a person offering Salah sneezes, they should say, "Alhamdu lillah" in a low voice; because there are authentically reported Hadith from the Prophet (peace be upon him) that indicate the permissibility of saying so. As for Isti`adhah after yawning, there is no origin for it in the Shari`ah (Islamic law). However, the person who yawns should hold themselves from yawning as much as they can, but there is no problem if they say Isti`adhah while yawning in or outside Salah.



Source : alifta.com - Permanent Committee Fatwas

Rasulullah kasihkan surah al-A'la

Syed Qutub berkata, dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dari al-Imam Ali Karamallahu Wajhahu, bahawa Rasulullah SAW kasihkan surah al-A'la. Tersebut di dalam Sahih Muslim bahawa baginda membaca surah al-A'la dan al-Ghasiyah dalam solat dua hari raya dan hari Jumaat. Baginda juga membaca kedua-dua surah itu untuk sembahyang hari raya dan sembahyang Jumaat yang jatuh pada hari Jumaat. Memang wajar bagi Rasulullah menyintai surah ini, kerana surah ini menukarkan seluruh alam menjadi sebuah tempat ibadat di mana bergema ucapan tasbih dan tahmid di seluruh sudutnya, dan menjadi sebuah tempat pameran yang penuh dengan kejadian-kejadian yang mengilhamkan tasbih dan tahmid.

87 Suratul Al-A’laa



Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani.
  1. bertasbihlah mensucikan nama Tuhanmu Yang Maha tinggi (dari Segala sifat-sifat kekurangan), -
  2. Yang telah menciptakan (sekalian makhlukNya) serta menyempurnakan kejadiannya Dengan kelengkapan Yang sesuai Dengan keadaannya;
  3. dan Yang telah mengatur (Keadaan makhluk-makhlukNya) serta memberikan hidayah petunjuk (ke jalan keselamatannya dan kesempurnaanNya);
  4. dan Yang telah mengeluarkan tumbuh-tumbuhan untuk binatang-binatang ternak,
  5. kemudian ia menjadikan (tumbuh-tumbuhan Yang menghijau) itu kering - (berubah warnanya) kehitam-hitaman.
  6. Kami sentiasa menjadikan Engkau (Wahai Muhammad) dapat membaca (Al-Quran Yang diturunkan kepadamu - Dengan perantaraan Jibril), sehingga Engkau (menghafaznya dan) tidak lupa,
  7. kecuali apa Yang dikehendaki Allah Engkau lupakan; Sesungguhnya ia mengetahui (segala keadaan Yang patut berlaku), dan Yang tersembunyi.
  8. dan Kami tetap memberi kemudahan kepadamu untuk (melaksanakan Segala perkara) ugama Yang mudah diterima oleh akal Yang sihat.
  9. oleh itu berilah peringatan (kepada umat manusia Dengan ajaran Al-Quran), kalau-kalau peringatan itu berguna (dan sudah tentu berguna);
  10. kerana orang Yang takut (melanggar perintah Allah) akan menerima peringatan itu;
  11. dan (sebaliknya) orang Yang sangat celaka akan menjauhinya,
  12. Dia lah orang Yang akan menderita bakaran neraka Yang amat besar (azab seksanya),
  13. selain dari itu, ia tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup senang.
  14. Sesungguhnya berjayalah orang Yang - setelah menerima peringatan itu - berusaha membersihkan dirinya (dengan taat dan amal Yang Soleh),
  15. dan menyebut-nyebut Dengan lidah dan hatinya akan nama Tuhannya serta mangerjakan sembahyang (dengan khusyuk).
  16. (tetapi kebanyakkan kamu tidak melakukan Yang demikian), bahkan kamu utamakan kehidupan dunia;
  17. padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.
  18. Sesungguhnya (keterangan-keterangan Yang dinyatakan) ini ada (disebutkan) di Dalam Kitab-kitab Yang terdahulu, -
  19. Iaitu Kitab-kitab Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.



Firman Allah SWT: Bertasbihlah mensucikan nama Tuhanmu yang Maha tinggi (dari segala sifat-sifat kekurangan).

Al-Maraghi berkata: Sucikanlah nama Tuhanmu dari sesuatu yang tidak layak dengan keagungan-Nya, sama ada tentang zat-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-Nya dan hukum-hukumnya. Oleh sebab itu, janganlah kamu menyebutnya kalau tidak untuk mengagungkan-Nya, dan jangan kamu menggunakan nama-Nya kepada selain-Nya, dan jangan menganggap sifat-sifat-Nya sama dengan sifat-sifat yang selain-Nya.

Firman Allah SWT: Yang telah menciptakan (sekalian makhluk-Nya) serta menyempurnakan kejadiannya dengan kelengkapan yang sesuai dengan keadaannya. Ibn Kathir berkata: Allah SWT ciptakan makhluk dan menyamakannya dengan sebaik-baik kejadian dari segi bentuknya.

Firman Allah SWT: Dan yang telah mengatur (keadaan makhluk-makhluk-Nya) serta memberikan hidayah petunjuk (ke jalan keselamatannya dan kesempurnaan-Nya). Mujahid berkata: Allah memberi petunjuk kepada manusia sama ada untuk kecelakaan atau kebahagiaan yang dipilih oleh manusia begitu juga menunjuk haiwan ternakan untuk padang ragutnya.

Ayat ini sama seperti firman Allah SWT yang mengkhabarkan berkenaan perihal manusia yang berkata kepada Firaun. Firman Allah SWT: Dan yang telah mengeluarkan tumbuh-tumbuhan untuk binatang-binatang ternak.
Al-Maraghi berkata: Dialah yang menumbuhkan segala macam tumbuh-tumbuhan untuk menjadi makanan haiwan. Tidak ada tumbuh-tumbuhan yang tidak layak untuk dimakan oleh haiwan dan makhluk hidup yang lainnya.

Firman Allah SWT: Kemudian ia menjadikan (tumbuh-tumbuhan yang menghijau) itu kering (berubah warnanya) kehitam-hitaman. Syed Qutub berkata: Tumbuh-tumbuhan itu mulanya tumbuh menghijau. Kemudian beransur-ansur layu kering hitam kekuning-kuningan. Semasa hijau ia boleh dimakan dan semasa kering hitam kekuningan juga boleh dimakan. Dalam semua keadaan, tumbuh-tumbuhan itu berguna belaka kepada kehidupan mengikut perencanaan Allah yang telah menjadikan makhluk-Nya dengan ciptaan yang sempurna dengan menentukan tugas dan matlamat masing-masing serta memberi bimbingan kepadanya.

Al-Maraghi berkata: Kita diperintahkan agar mengenal Allah SWT Yang Maha Agung, bahawa Dialah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana yang mana dengan sifat-sifat-Nya itu kita dapat menyaksikan bukti-bukti ciptaan-Nya.

Juga kita diperintahkan untuk memberikan nama-nama yang tidak layak, sebagaimana dilakukan oleh golongan yang ingkar, yang bertuhankan selain Allah SWT sebagai sekutunya atau menyifatkan Allah SWT dengan sifat-sifat yang serupa dengan makhluk-Nya. Kita juga diperintahkan untuk menyucikan sifat Allah SWT bukan zat-Nya, adalah untuk membimbing kita bahawa tingkat kemampuan kita yang paling tinggi hanyalah mengenal sifat-sifat-Nya, yang dapat menunjukkan adanya Zat-Nya, Zat-Nya sendiri jauh lebih tinggi daripada yang dapat dijangkau oleh akal kita. Justeru, cukuplah kita memerhatikan sifat-sifatnya yang dapat menunjukkan kewujudan Zat-Nya.

Semoga kita menjadi golongan yang sentiasa mempelajari ilmu Allah sehingga akhirnya menatijahkan ma'rifah kepada-Nya. Amin.

Wednesday, September 22, 2010

Bagaimana sahabat mengagungkan Nabi

Oleh PANEL PENYELIDIKAN YAYASAN SOFA, NEGERI SEMBILAN

DALAM kesempatan yang lalu, kita telah memetik perbahasan tentang ta'zhim(mengagungkan) dalam Islam dan membezakannya dengan perbuatan menyembah. Maka kita sudah memahami bahawa tidak semua semua perbuatan memuliakan dan mengagungkan seseorang itu seperti dalam bentuk memanggil dengan gelaran saidina atau maulana, mengangkat sembah, mencium tangan dan seumpamanya itu membawa kesyirikan jika niatnya sekadar ta'zhim. Cuma, sebagai seorang muslim dan mukmin yang tahu nilai hak dan batil, sudah tentu kita tidak bebas memuliakan sesiapa sahaja tanpa asas yang jelas.Di dalam hadis qudsi, kita diberi amaran bahawa: 

"sesiapa yang masuk menemui seorang yang kaya lalu merendahkan dirinya di hadapan orang itu (semata-mata) kerana kekayaan hartanya, maka hilangnya satu pertiga daripada agamanya (al-Mawa'idh, Imam al-Ghazali).

Masalahnya, hari ini ada segelintir golongan yang mempertikaikan perbuatan menta'zhimorang yang memang patut dimuliakan termasuklah junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW. Ada yang menyalahkan perbuatan memakaikan gelaran Saiduna kepada baginda SAW, meremehkan perbuatan memuliakan keturunan baginda SAW mahupun para ulama pewaris hakiki baginda, sambutan maulid dan seumpamanya. Sedangkan tiada siapa yang mengingkari bahawa jika ada di kalangan makhluk Allah SWT yang paling patut diagungkan dan disanjung maka Nabilah makhluk tersebut. Maka marilah kita melihat teladan generasi manusia terbaik yang telah mendapat pujian dan pengiktirafan daripada Allah SWT dan rasul-Nya dalam hal menta'zhimkan Nabi SAW.
Sesungguhnya merekalah generasi yang paling faham Islam dan iman serta paling peka dalam persoalan kufur, syirik, bidaah dan khurafat berbanding generasi yang datang kemudian.Sebagai gambaran awal, mari kita renungkan sikap dalaman seorang sahabat terkenal Amru ibn al 'As r.a dalam hal ini.
Beliau berkata:

"Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah SAW. Tidak ada seorang pun yang lebih agung pada pandanganku daripadanya. Aku tidak mampu memenuhi pandangan mataku dengan sifat-sifatnya, kerana mengagungkannya. Seandainya aku diminta untuk menggambarkan peribadi baginda SAW, pasti aku tidak akan mampu kerana aku tidak dapat memenuhi pandangan mataku dengan kehebatannya
(Riwayat Muslim dalam Sahihnya, kitab al-Iman)."

Hikmah dan falsafah haji

Oleh DR. ZULKIFLI MOHAMAD AL BAKRI Sumber Utusan Malaysia 3.9.2010



SEBELUM dibincangkan tajuk seperti ini, perlu dikemukakan beberapa definisi hikmah dan falsafah. Mengikut Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi: “Hikmah ialah gabungan antara ilmu dan amalan dengannya.” Untuk memahami pengertian dan definisi hikmah dengan mendalam, dikemukakan di sini definisinya.
Pada bahasa, ia diambil daripada kalimah hakama, dengan maksud tegahan. Justeru, dengan maksud tegahan daripada kezaliman. Hikmah pula membawa maksud tegahan daripada kejahilan.
Definisi Falsafah
Al-Jurjani dalam al-Ta‘rifat (216) berkata: 
“Falsafah ialah menyerupakan dengan Tuhan mengikut kemampuan manusia untuk menghasilkan kebahagiaan yang abadi, sebagaimana yang diperintah oleh Rasulullah SAW yang bersifat benar. Ini selaras dengan kenyataannya yang bermaksud: “Berakhlaklah kamu dengan akhlak Allah SWT.”


Dikemukakan di sini hikmah dan falsafah haji sama ada secara fardi iaitu perseorangan atau jemaah
Firman Allah SWT: yang bermaksud: 


(Masa untuk mengerjakan ibadat) haji itu ialah beberapa bulan yang termaklum. Oleh yang demikian, sesiapa yang telah mewajibkan dirinya (dengan niat mengerjakan) ibadat haji itu, maka tidak boleh mencampuri isteri, dan tidak boleh membuat maksiat, dan tidak boleh bertengkar, dalam masa mengerjakan ibadat haji. Dan apa jua kebaikan yang kamu kerjakan adalah diketahui oleh Allah, dan hendaklah kamu membawa bekal dengan cukupnya kerana sesungguhnya sebaik-baik bekal itu ialah memelihara diri (dari keaiban meminta sedekah), dan bertaqwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal (yang dapat memikir dan memahaminya). (al-Baqarah: 197)


Zahir nas ini menjelaskan bahawa haji itu mempunyai waktu yang tertentu, iaitu pada beberapa bulan tertentu, iaitu Syawal, Zulkaedah dan sepuluh hari pertama Zulhijjah.
Berdasarkan nas ini, tidak sah ihram dengan haji melainkan di dalam bulan-bulan yang ditentukan sahaja, walaupun ada sesetengah mazhab mengatakan sah berihram dengan haji di sepanjang tahun dan menentukan bulan-bulan yang tertentu ini untuk menunaikan syiar-syiar haji pada masa-masanya yang termaklum.
Pendapat yang akhir ini dipegang oleh Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibrahim al-Nakha‘ie, al-Thauri dan al-Laith Ibn Sa‘ad. Sementara pendapat yang pertama pula, dipegang oleh Imam al-Syafie dan pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibn Abbas, Jubair, ‘Ata’, Tawus dan Mujahid dan ia merupakan pendapat yang azhar.


Hikmah Haji dan Faedah bagi Individu
Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu menyebut tentang faedah bagi seseorang yang menunaikan haji. Antaranya:Menghapuskan dosa kecil. Sebahagian ulama Hanafi berkata, termasuk dosa besar.



  • Membersihkan jiwa daripada maksiat.
  • Jiwa menjadi bersih, ikhlas dalam tajdid kehidupannya.
  • Menambahkan lagi ma’nawiyat ihsan.
  • Meneguh dan menguatkan cita-cita serta keazaman.
  • Mengukuhkan lagi husnu al-zan dengan Allah SWT.
  • Menambah dan meningkatkan iman serta keyakinan.
  • Memperbaharui tajdid perjanjian ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.
  • Bertaubat dengan penuh keikhlasan dan harapan kepada keampunan-Nya.
  • Mendidik jiwa serta melembutkan perasaan kemanusiaan.
  • Menambahkan lagi sifat dan tingkatan ihsan dalam ibadat.
  • Mengimbau kembali nostalgia keagungan Islam.
  • Membaca sejarah salaf al-soleh yang penuh gemilang dengan amalan soleh dan jihad.
  • Mengajar erti sebuah kesabaran dan pengorbanan.
  • Memahami keperluan iltizam dan istiqamah yang mesti disebatikan dalam jiwa.
  • Menzahirkan kesyukuran di atas pelbagai kurniaan nikmat-Nya: Antaranya, nikmat harta, kesihatan, ilmu, ukhuwah, iman, taqwa, tauhid, akal dan *ain-lain.
  • Menanam dalam lubuk hati ruh ubudiah yang sempurna.

Rasulullah dijejaki Suraqah

MUNGKIN ramai yang bertanya mengapa Nabi Muhammad SAW memilih Madinah sebagai destinasi baginda dan seluruh pengikutnya berhijrah? Mengapa tidak Yaman, Habsyah atau negeri-negeri lain!
Dikatakan baginda mendapat petunjuk mengenai negeri untuk berhijrah itu menerusi mimpi.
Semasa baginda dan Abu Bakar masih berada di Mekah, iaitu sebelum komplot membunuh oleh kalangan 11 pemuda yang mewakili kabilah dan suku kaum itu.
Aku melihat dalam tidurku bahawa aku akan berhijrah dari Mekah ke satu tanah yang banyak terdapat pada negeri itu akan kebun-kebun kurma. Pada mulanya aku menyangka Yamamah atau Hajar, rupa-rupanya Yathrib. (riwayat Bukhari).
Al Qurtubi berpendapat bahawa seluruh Yathrib itu adalah Madinah, nama yang diberi oleh Rasulullah apabila menubuhkan kerajaan Islam yang pertama di sana.
Namun baginda juga memberikan gelaran lain kepada Madinah seperti Tayyibbah (baik) dan Tabah (nyaman).
Sementara Abu Ubaidah pula berkata, Yathrib adalah nama kepada sebuah negeri dan Madinah itu adalah nama salah satu daerah di dalamnya.
Al Suhayli pula berpendapat dinamakan Yathrib kerana ada penduduk asalnya adalah dari keturunan Al Amaliq iaitu Yathrib bin Umayl bin Mihla’il bin Iwad bin Amaliq bin Lawudh bin Iram.
Selepas tiga hari tiga malam baginda menyembunyikan diri dalam Gua Tsur bersama Abu Bakar, mereka meneruskan perjalanan ke Yathrib.
Ketika hendak memulakan hijrah, datanglah anak perempuan Abu Bakar, Asma membawakan makanan untuk Rasulullah dan bapanya.
Tetapi Asma terlupa untuk memasangkan tali sangkut pada bekalan tersebut. Ketika mereka hendak berangkat, Asma pun hendak menyangkutkan bekalan itu pada unta yang menjadi kenderaan bapanya dan Rasulullah tetapi tiada tali.
Lalu Asma mengoyakkan kain yang menjadi tali pinggangnya kepada dua bahagian. Satu dijadikan penyangkut dan yang satu lagi dipakainya kembali.
Lantaran dari peristiwa itu, Rasulullah menggelarkan Asma dengan gelaran yang manis iaitu dhat al-nitaqayn (empunya dua tali pinggang).
Jalan pertama yang dilalui selepas keluar dari gua Tsur ialah ke selatan ke arah Yaman. Kemudian ke barat menuju ke persisiran pantai.
Apabila sampai ke sebatang jalan yang jarang dilalui, mereka pun mengarah pula ke utara berhampiran pantai Laut Merah dan merentasi sebatang jalan yang jarang-jarang dilalui orang.
Al-Bukhari meriwayatkan daripada Abu Bakar, katanya: Kami pun berjalan pada malam hari. Walau udara begitu sejuk dan hanya bertemankan bulan di langit namun kami tidak berhenti berjalan sehinggalah sampai keesokan harinya apabila cuaca bertambah terik, barulah kami berhenti berehat di sebalik sebuah batu besar yang memberikan sedikit perlindungan dari terik cahaya matahari.
Namun perjalanan mereka akhirnya berjaya dicium oleh seorang kafir Quraisy iaitu Suraqah bin Malek yang mendapat maklumat daripada seorang lelaki.
Tanpa membuang masa lagi, dia menyiapkan seekor kuda yang gagah dan lengkap bersenjata untuk mengejar baginda.
Suraqah terkenal sebagai penunggang kuda yang cekap. Dia juga dikatakan seorang yang mahir bermain senjata terutama tombak dan panah.
Dia terus memecut kuda dan akhirnya nampak kelibat manusia. Malah Suraqah juga boleh mendengar alunan bacaan al-Quran oleh Nabi Muhammad. Ini membuatkan dia memacu kudanya untuk membunuh baginda.
Tetapi apabila Suraqah semakin menghampiri Nabi SAW dan Abu Bakar, tiba-tiba kaki kudanya terbenam ke dalam pasir sehingga ke paras lutut kuda tersebut. Suraqah sendiri jatuh terhumban akibat kemalangan yang tidak diduga itu.
Dia pantas bangun dan begitu juga kudanya dapat keluar dari pasir. Namun tiba-tiba mereka didatangi ribut pasir.
Ribut kencang itu mengeluarkan debu-debu hitam yang menyelubungi kawasan sehingga menutup pandangan mata.
Semua itu menghalang Suraqah untuk menghunjamkan tombaknya atau memanah ke arah Nabi Muhammad.
Lalu, Suraqah menghentikan niat jahatnya itu. Kejadian-kejadian pelik yang berlaku sebagai petanda bahawa Nabi di pihak yang benar.
Suraqah pun terus memberi isyarat berdamai kepada baginda dan menghampiri Nabi SAW.
“Sesungguhnya kaummu telah menjanjikan tawaran untuk menangkap kamu wahai Muhammad. Tetapi sekarang ini terserahlah kepada kamu untuk menahan aku kerana aku mempunyai niat untuk membunuh kalian.
“Niat itu kini tidak ada gunanya lagi sedangkan alam (sekitar) turut merestui perjalanan kamu ini, aku memohon kita berdamai sahaja,” kata Suraqah.
Rasulullah dan Abu Bakar tidak mengapa-apakan Suraqah dan tidak juga meminta apa-apa daripadanya.
“Kamu cuma perlu jauhkan diri kamu daripada kami, itu sahaja,” kata Rasulullah.
Dalam satu riwayat yang lain, Abu Bakar menceritakan perjalanan mereka itu.
“Kami sudahpun berlepas dari kaki Bukit Tsur, sedang kaum Quraish masih mencari kami. Tidak seorang pun yang dapat menemui kami kecuali Suraqah bin Malik bin Ju'shum yang berada di atas kudanya.
“Lalu aku berkata, pemburuan ini (kaum Quraisy) telah berjaya akhirnya menemui kita ya Rasulullah!
“Baginda pun menjawab: Jangan takut, kerana Allah akan sentiasa bersama kita.”
Baginda kemudiannya meneruskan perjalanan tanpa ada sebarang gangguan lagi mana-mana pihak.

Friday, September 17, 2010

Understanding Islaam

Shaykh Muhammad ibn Saalih al-'Uthaymeen

Sharh Usoolul-Eemaan (pp.4-7)
Al-Istiqaamah magazine , Issue No.1 - Dhul-Hijjah 1416H / May 1996
The Shaykh said in Sharh Usoolul-Eemaan (pp.4-7):
[1] The deen (religion) of Islaam: It is the way of life that Allaah sent the Prophet Muhammadsallallaahu 'alayhi wa sallam with. By it, Allaah terminated the validity of all other religions, perfected this religion for His worshippers, completed His favour upon them and has chosen only this religion for them - no other religion will be accepted by Him from anyone. Allaah - the Most High - said:
"Muhammad is not the father of any man amongst you. Rather he is the Messenger of Allaah and the khaatim (last and final) of the Prophets." [Soorah al-Ahzaab 33:40].
"This day I have perfected your religion for you, completed My favour upon you, and have chosen for you Islaam as your religion." [Soorah al-Maa'idah 5:3].
"Indeed the religion with Allaah is Islaam." [Soorah Aal-'Imraan 3:19].
"Whosoever seeks a religion other than Islaam, never will it be accepted from him, and in the Hereafter he will be one of the losers." [Soorah Aal-'Imraan 3:85].
And Allaah - the Most High - obligated all of mankind to take Islaam as their religion. So Allaah said, whilst addressing His Messenger sallallaahu 'alayhi wa sallam:
"Say: O Mankind! Indeed I have been sent to you all as the Messenger of Allaah; to Whom belongs the dominion of the heavens and the earth. None has the right to be worshipped except Him; it is He who gives life and cause death. So believe in Allaah and His Messenger - the Prophet who can neither read nor write - who believes in Allaah and His Words. So follow the Messenger of Allaah so that you may be rightly-guided." [Soorah al-A'raaf 7:158].
And in Saheeh Muslim (1/93), from Abu Hurayrah radiallaahu 'anhu that Allaah's Messenger sallallaahu 'alayhi wa sallam said: "By Him in whose Hand is the life of Muhammad! There is no one from this nation, be he a Jew or a Christian, who hears of me and dies whilst not having eemaan (faith) in what I have been sent with, except that he will be one of the companions of the Hellfire."
And eemaan (faith) in the Prophet implies: affirming that which he was sent with, along with acceptance of it and submission to it. Without these two matters, mere affirmation is not sufficient. This is why even though Abu Taalib (the Prophet's uncle) affirmed what was sent to the Prophet sallallaahu 'alayhi wa sallam and that Islaam was the best of religions, yet he did not accept his message nor submit to it; and thus he did not have eemaan in the Prophet sallallaahu 'alayhi wa sallam.
[2] The religion of Islaam contains all that was beneficial from the previous religions. It is suitable for implementation in any age, any where and by any nation. Allaah - the Most High - said, whilst addressing His Messenger sallallaahu 'alayhi wa sallam:
"And We have sent down to you the Book in truth, confirming the Scripture that came before it, testifying to the truth contained therein whilst exposing the falsehood that has been added therein." [Soorah al-Maa'idah 5:48].
That Islaam is suitable for implementation in any age, any where and by any nation does not mean that it becomes submissive to nations - being altered and changed by them - as some people falsely think. But rather it means that whenever it is truly adhered to then it brings benefit and goodness to that nation, as well as reforming and correcting it - in whatever age or place.
[3] The religion of Islaam is the religion of truth. It is the way of life that Allaah - the Most High - guaranteed His help and victory to those who truly adhere to it, and that He would make it dominant over all other religions. Allaah - the Most High - said:
"It is He who has sent His Messenger with the guidance and the religion of truth, that it may prevail over all other religions, even if the pagans detest it." [Soorah at-Tawbah 9:33].
And Allaah - the Most High - said:
"Allaah has promised to those amongst you who truly have eemaan (true faith and belief) and act in obedience to Allaah and His Messenger, that He will grant them ruler ship upon the earth, just as He granted it to those before them, and that He will establish their Religion for them and grant them the authority to practice their Religion which He chose and ordered them with. And He will certainly change their situation to one of security, after their fear. Providing that they worship and obey Me, not associating anything else in worship with Me. Then, whoever rejects this favour by disobedience to their Lord - then they are the rebellious transgressors." [Soorah an-Noor 24:55].
[4] The religion of Islaam is a complete religion comprising both 'aqeedah (beliefs) and sharee'ah(laws).
  • It commands them with tawheed (to single out Allaah alone for worship) and prohibits them from shirk (associating partners with Allaah, in that which is particular to Him).
  • It commands them with being truthful and prohibits them from lying.
  • It commands them with 'adl (justice) and prohibits them from injustice and oppression.
  • It commands them with fulfilling trusts and prohibits them from acting treacherously.
  • It commands them keeping promises and prohibits them from breaking them.
  • It commands them with kindness and good treatment of parents and prohibits them from disobedience to them in that which is not sinful.
  • It commands them with joining the ties of relations and prohibits them from severing them.
  • It commands them with good treatment of neighbours and prohibits the causing of harm to them.
In short, Islaam orders alls that is good, from manners and morals, and prohibits all that is evil from it. Likewise, it orders all actions which are righteous and good and prohibits all actions that are evil and harmful. Allaah - the Most High - said:
"Indeed Allaah enjoins upon you justice, kindness and the giving of good to relatives and near ones. And He prohibits you from all shameful and evil deeds, oppression and transgression. Thus He admonishes you, that you may take heed and be reminded." [Soorah an-Nahl 16:90].

Is it shirk if someone says in any place on earth, Ya Muhammad Ya Rasool-Allaah, calling him?

Calling Ya Muhammad Ya Rasool-Allaah

Shaykh Ibn Baaz (may Allaah have mercy on him) was asked: 
Is it shirk if someone says in any place on earth, Ya Muhammad Ya Rasool-Allaah, calling him? 
He replied: 
Allaah has stated in His Holy Book and on the lips of His Messenger (peace and blessings of Allaah be upon him) that worship is the right of Allaah alone and no one else has any share of it, and that du'aa' is a kind of worship, so if a person says in any place on earth, Ya Rasool-Allaah, Ya Nabi Allaah or Ya Muhammad, help me, or save me, or support me, or heal me, or support your ummah, or heal the sick Muslims, and guide their misguided ones and so on, then he is making him a partner with Allaah in worship. The same applies to those who do the same thing with regard to other Prophets, angels, awliya' ("saints), jinn, idols or any other created beings, because Allaah says (interpretation of the meaning): 
"And I (Allaah) created not the jinn and mankind except that they should worship Me (Alone)"
[al-Dhaariyaat 51:56] 
"O mankind! Worship your Lord (Allaah), Who created you and those who were before you so that you may become Al-Muttaqoon (the pious"
[al-Baqarah 2:21] 
End quote from Majmoo' Fataawa al-Shaykh Ibn Baaz (2/453).