Friday, January 29, 2010

Fikih Menggunakan Tangan Kanan


Rabu, 20 Januari 2010 15:38:40 WIB


FIKIH MENGGUNAKAN TANGAN KANAN

Oleh
Ustadz Ashim bin Musthafa


A. Pendahuluan
Pembahasan yang sederhana, mungkin itu yang terbetik pada benak sebagian orang saat menyaksikan judul di atas. Sungguhpun sederhana, namun, jangan salah, ternyata sebagian orang masih saja keliru menerapkan penggunaan tangannya. Justru, pembahasan materi semacam ini akan kian memantapkan aspek keindahan dan kesempurnaan Islam yang telah dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu". [al-Mâidah/5:3]

B. Al-Qur`an Memuji Golongan Kanan
Al-Qur`an sebagai sumber hukum Islam menyebutkan penggolongan manusia di akhirat kelak. Menariknya, ialah penggolongan umat manusia menjadi dua golongan. Pertama, golongan yang menerima buku catatan amalnya dengan tangan kanan. Golongan pertama ini sangat identik dengan orang-orang baik, taat kepada Allah Azza wa Jalla, dan memperoleh keselamatan, kebahagiaan, kenikmatan dan keberuntungan di akhirat kelak. Saking gembiranya atas hasil catatannya yang baik, mereka berkemauan memperlihatkannya kepada orang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: "Ambillah, bacalah kitabku (ini)". [al-Hâqqah/69:19]

Dan kedua, golongan yang menerimanya dengan tangan kiri. Mereka ini kumpulan orang yang dirundung kesedihan dan perasaan hancur karena buruknya catatan yang terkandung di buku amalan mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini)". [al-Hâqqah/69:25]

Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah mengkiaskan kejadian di atas dengan peristiwa pada hari penerimaan rapot anak-anak di sekolah. Dapat disaksikan bila siswa menerima rapot dengan hasil baik (lulus ujian), maka ia akan memamerkannya kepada teman-teman dan kaum kerabatnya. Berbeda dengan siswa yang tidak lulus, maka ia akan berandai-andai agar tidak pernah menerima rapot, apalagi sampai melihatnya.[1]

C. Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Menyukai Menggunakan Tangan Kanan Untuk Perkara-Perkara Baik
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan contoh bagi umatnya agar mendahulukan tangan kanan (bagian anggota tubuh sebelah kanan) dalam perkara-perkara baik atau penting. Sementara tangan kiri, beliau menggunakannya untuk hal-hal yang bersangkut-paut dengan yang kotor-kotor atau najis. Demikianlah garis besar kaidah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Aisyah Radhiyallahu 'anha menceritakan perihal kaidah itu:

كَانَتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْيُمْنَى لِطُهُورِهِ وَطَعَامِهِ وَكَانَتْ يَدُهُ الْيُسْرَى لِخَلَائِهِ وَمَا كَانَ مِنْ أَذًى

"Bahwa tangan kanan Rasulullah dipergunakan dalam bersuci dan makan. Adapun tangan kiri, dipakai untuk membersihkan bekas kotoran dari buang hajat dan perkara-perkara yang najis (najis)" [Hadits shahih riwayat Abu Dawud]

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Disunnahkan menggunakan tangan kanan dalam perkara-perkara yang mengandung segi kemuliaan. Dan sebaliknya, menggunakan tangan kiri dalam urusan yang mengandung kejelekan”[2]

D. Perincian Penggunaan Tangan Kanan Atau Mendahulukan Anggota Tubuh Sebelah Kanan Dalam Riwayat Hadits:

1. Bersuci
Dasarnya, hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha yang diriwayatkan Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

"Nabi lebih menyukai menggunakan sebelah kanan dalam urusan-urusan beliau; dalam mengenakan sandal, menyisir dan besuci"

Maksudnya, dalam bersuci (berwudhu atau mandi besar) terlebih dahulu mendahulukan tangan kanan dan kaki kanannya (atau anggota tubuh bagian kanan). Demikian pula dalam menyisir rambut, beliau memulai dari sisi kanan. Dalam menggunakan sandal pun, beliau memulainya dengan kaki kanan.[3]

Dalam hadits lain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا لَبِسْتُمْ وَإِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَءُوا بِأَيَامِنِكُمْ

"Jika kalian akan mengenakan pakaian dan berwudhu, mulailah dengan sebelah kanan kalian" [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad shahih]

Adapun dua telinga dihitung satu anggota tubuh, karena masuk dalam bagian kepala yang dibasuh sekaligus, tanpa mempertimbangkan bagian kanan atau kirinya.[4]

2. Memandikan Jenazah
Disebutkan dalam riwayat, kaum wanita menghadiri pemandian jenazah putri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Zainab. Rasulullah berkata kepada mereka:

ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا ….

“Mulailah dengan anggota-anggota badan sebelah kanan” [Muttafaqun ‘alaih]

Maksudnya, mendahulukan tangan kanan daripada tangan kiri, kaki kanan daripada kaki kiri, sisi kanan ketimbang sisi kiri

3. Makan Dan Minum
Pada masalah ini, ketegasan penggunaan tangan kanan dari Rasulullah telah dilupakan oleh sebagian kaum Muslimin. Sementara orang lebih mengedepankan tangan kiri, entah untuk mengambil makanan, gorengan misalnya, dan lantas menyantapnya, maupun saat menegukkan air dari sebuah gelas ke mulut.

Menggunakan tangan kiri untuk makan dan minum termasuk kebiasaan makhluk terlaknat, setan. Dan kaum Muslimin diperintahkan menjauhi perilaku dan langkah-langkah makhluk sumber keburukan itu. Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ

"Jika salah seorang dari kalian akan makan, hendaknya makan dengan tangan kanan. Dan apabila ingin minum, hendaknya minum dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya" [HR. Muslim]

Syaikh al-‘Utsaimîn rahimahullah mengatakan, bila Anda melihat dua orang, salah satu dari mereka makan dan minum dengan tangan kanan dan yang lain menggunakan tangan kirinya, maka orang pertama sedang menjalankan petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang kedua berada di atas petunjuk setan. Apakah ada seorang Muslim yang berkenan mengikuti petunjuk setan dan mengesampingkan petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.?[5]

Karenanya, Syaikh al-‘Utsaimîn rahimahullah berpesan, orang tua wajib mengajari anak-anaknya agar makan dan minum dengan tangan kanan

4. Mencukur Rambut
Sehubungan dengan mencukur rambut, terdapat petunjuk Rasulullah untuk meminta tukang cukur agar memulai pengguntingan rambut dari sebelah kanan kepala.

Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam musim haji) pergi ke Mina. Kemudian beliau melontar jumrah. Setelah itu, kembali ke tempat beliau menginap di Mina dan menyembelih hewan onta. Kemudian, berkata kepada tukang cukur, "Ambil sini (dulu). Beliau menunjuk bagian kanan kepala dan dilanjutkan dengan bagian kiri kepala….[Muttafaqun 'alaih]

5. Menyisir Rambut
Rambut Rasulullah kadang-kadang sampai cuping telinga. Terkadang juga rambut beliau sampai mengenai pundak. Dengan rambut seperti ini, beliau selalu memperhatikan kebersihan dan keindahannya. Beliau menyisir dan meminyakinya sehingga tampak bersih dan indah. Tidak kotor terkena debu atau malah menjadi sarang kutu hingga mengakibatkan rambut menjadi menjijikkan.

Dalam menyisir dan meminyaki rambut, beliau memulainya dari sebelah kanan. Hal ini sesuai dengan kandungan hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'anha:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ ,فِي طُهُورِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَ تَنَعُّلِهِ

"Rasulullah lebih menyukai menggunakan sebelah kanan dalam urusan-urusan beliau; dalam bersuci, menyisir dan mengenakan sandal" [HR. al-Bukhari Muslim]

6. Mengenakan Baju (Pakaian)
Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

إِذَا لَبِسْتُمْ وَإِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَءُوا بِأَيَامِنِكُمْ

"Jika kalian akan mengenakan pakaian dan berwudhu, mulailah dengan sebelah kanan kalian" [HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad shahih]

7. Memakai Sandal (Sepatu)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ ….

"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang dari kalian akan mengenakan sandal, hendaknya memulai dengan kaki kanannya. Dan apabila akan melepasnya, hendaknya memulai dengan kaki kirinya…" [Muttafaqun alaihi]

Selain hal-hal di atas, masih banyak perkara yang mesti dikerjakan dengan tangan kanan. Imam an-Nawawi rahimahullah telah menjelaskan secara mendetail dalam kitab Riyâdhush Shâlihin. Perkara-perkara itu adalah mengenakan celana, memasuki masjid, bersiwak, bercelak, memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, berjabat tangan, memegang Hajar Aswad, menyerahkan dan menerima sesuatu, keluar dari kamar mandi dan lain sebagainya.[7]

8. Menggunakan Tangan Kiri
Telah berlalu riwayat dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggunakan tangan kiri pada perkara-perkara yang mengandung kotoran. Syaikh Salim al-Hilali mengatakan: “Tangan kiri tidak dipergunakan kecuali pada perkara-perkara yang menjijikkan dan perbuatan-perbuatan yang tidak mengandung unsur kemuliaan.[8]

Alasan penggunaan tangan kiri dalam masalah-masalah kotor ini dalam rangka memuliakan tangan kanan. Sebab tangan kanan lebih afdhal ketimbang tangan kiri.[9]

Dalam syariat telah diatur, bahwa istinja’ (menggunakan air dalam bersuci dari buang hajat), istijmâr (bersuci dari buang hajat dengan bebatuan) dilakukan dengan tangan kiri. Sahabat Salmân al-Fârisi Radhiyallahu 'anhu menceritakan:

نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِأَيْمَانِنَا …

"Rasulullah melarang kami menghadap kiblat saat buang air besar, kencing dan melarang kami melakukan istinja` dengan tangan kanan… " [HR. an-Nasâi]

Penggunaan tangan kiri, menurut Imam an-Nawawi rahimahullah juga dilakukan saat seseorang akan membuang ingusnya. Arah kiri pun seyogyanya dipilih oleh seseorang untuk membuang ludahnya. Dan ketika seeorang keluar dari kamar mandi (toilet), atau masjid, kaki kiri lah yang didahulukan. Sementara persoalan melepas sandal, sepatu, celana dan pakaian, juga dengan mendahulukan tangan atau kaki kiri.[10]

E. Mengenakan Jam Tangan
Sebagian orang beranggapan, pemakaian jam tangan lebih baik di tangan kanan. Dalih mereka, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai sebelah kanan. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Sebab, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu terkadang mengenakan cincin di tangan kiri. Dan arloji mengandung sisi kemiripan dengan cincin. Atas dasar itu, Syaikh al-‘Utsaimin memandang permasalahan ini longgar. Tidak pengutamaan memakai tangan kanan daripada tangan kiri. Bisa dipakai di tangan kanan atau kiri. Tidak ada masalah.[11]

F. Penutup
Seorang Muslim telah memiliki identitas diri yang mulia karena segala tindak tanduknya berlandaskan pada ajaran Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau mengajak umat menuju kepada kesempurnaan adab. Tidak sepatutnya perkara-perkara semacam ini disepelekan. Sebab, bagaimanapun, itu semua bagian dari agama Islam. Wallahu a’lam.

Referensi:
Syarhu Riyâdhish Shâlihîn, Syaikh Muhammad al-‘Utsaimîn, Madârul Wathan, Cetakan tahun 1425 H
Bahjatun Nâzhirin Syarhu Riyâdhish Shâlihîn, Syaikh Salîm al-Hilâli, Dar Ibnil Jauzi Cet. VIII Th. 1425

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnotes
[1]. Lihat Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/177)
[2]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/169)
[3]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/180)
[4]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/170)
[5]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/173)
[6]. Ibid
[7]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/169)
[8]. Bahjatun Nâzhirin (2/46)
[9]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/180)
[10]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/169)
[11]. Syarhu Riyâdhish Shâlihîn (4/177)

Solat Subuh di Masjid



Seorang pemuda bangun pagi2 buta utk solat subuh di Masjid .

Dia berpakaian, berwudhu dan berjalan menuju masjid .
ditengah jalan menuju masjid, pemuda tsb jatuh dan pakaiannya kotor.

Dia bangkit, membersihkan bajunya, dan pulang kembali ke rumah. Di rumah,

dia berganti baju berwudhu, dan, LAGI,
berjalan menuju masjid .


Dlm perjalanan kembali ke masjid , 
dia jatuh lagi di tempat yg sama !
Dia, sekali lagi, bangkit, membersihkan dirinya dan kembali ke rumah.
Di rumah, dia, sekali lagi berganti baju ,
berwudhu dan berjalan menuju masjid .

Di tengah jalan menuju masjid , 
dia bertemu seorang lelaki yg memegang lampu .
Dia menanyakan identiti lelaki  tsb, dan  menjawab "Saya melihat anda jatuh 2 kali di perjalanan menuju masjid ,
jadi saya bawakan lampu untuk menerangi jalan anda..'
Pemuda pertama mengucapkan terima kasih  dan mereka berdua berjalan ke masjid .

Saat sampai di masjid , pemuda pertama bertanya kepada lelaki  yang

membawa lampu untuk masuk dan solat subuh bersamanya.
lelaki itu menolak.
pemuda itu  mengajak lagi hingga berkali2 dan,
lagi, jawapannya sama.
Pemuda  bertanya, kenapa menolak untuk masuk dan solat.
lelaki itu  menjawab

Aku adalah IBLIS (setan) 


Pemuda itu terkejut dgn jawapan lelaki itu.

Setan kemudian menjelaskan,
'Saya melihat kamu berjalan ke masj id ,
dan sayalah yg membuat kamu terjatuh. Ketika kamu pulang ke rumah,
membersihkan badan dan kembali ke masjid ,
Allah memaafkan semua dosa2mu .
Saya membuatmu jatuh kedua kalinya, dan
bahkan itupun tidak membuatmu merubah fikiran untuk tinggal dirumah ,
kamu tetap memutuskan kembali masjid .

Karana hal itu, 
Allah memaafkan dosa2 seluruh anggota keluargamu .
Saya KHAWATIR jika saya membuat kamu jatuh utk kali ketiga ,
jangan2 Allah akan memaafkan dosa2 seluruh penduduk desamu ,
jadi saya harus memastikan bahwa anda sampai dimasjid dgn selamat....'
Jadi, jangan  biarkan Setan mendapatkan keuntungan dari setiap aksinya.
Jangan melepaskan sebuah niat baik yg hendak kamu lakukan karena kamu tidak pernah tahu ganjaran yg akan kamu dapat
dari segala kesulitan yg kamu temui dalam usahamu utk melaksanakan niat baik tersebut .

Tuesday, January 26, 2010

A compilation of the Abridged Tafsir Ibn Kathir Volume 1 - 10 English only Edition

http://abdurrahman.org/qurantafseer/ibnkathir/index.html

Chatting after ‘Isha’ Salat


Source : The Clarified Ruling Of Mistakes Done In Salat By: Mashhur Hasan Al Salman Translated by: Iman Zakariyah Abu Gazie

Abu Barzah (Radhi Allaahu Anhu) said that ‘The Muhammad (Sallalaahu Alaihi wa Sallam) used to hate sleeping before [performing] ‘Isha’ Salat and chatting after it’.(1)

Abdullah Ibn Mas‘ud (Radhi Allaahu Anhu) narrated that the Muhammad (Sallalaahu Alaihi wa Sallam) said: ‘No one should stay awake late at night after performing ‘Isha’ Salat except a traveler and a praying person’.(2)

According to the aforementioned ahadith, spending the time after performing ‘Isha’ Salat in chatting is detested unless for discussing something needed.

This ruling rests on several rationales:

The first: Not to abandon Qiyamul Lail. Ibn Khuzaimah said: ‘I strongly believe that he (Radhi Allaahu Anhu) detested that one wastes one’s time chatting [after performing ‘Isha’ Salat] because doing so prevents one from performing Qiyamul Lail for one will surely oversleep and will not wake up on time and if one does, one will not be active enough to perform Qiyamul Lail.(3) 

The second: If one spends the first hours of the night chatting, then sleeps deeply, one would miss the Fajr Salat(4) or at least miss the Salat with the congregation in the mosque; both are grave sins for missing either is one of the characteristics of the hypocrites. Accordingly, every muslim should be keen to attend the congregation in the mosque when Salat is due and avoid abandoning it. It is incumbent on the Imams of the mosques to encourage muslims to attend the congregational Salat and warn them against Allah's  (Subhanahu wa Taala) punishment and wrath.

(1) Narrated by Al-Bukhari in his “Sahih” (no. 568), Muslim in his “Sahih” (no. 647), Ahmad in “Al-Musnad” (vol. 4 / pp. 420, 423, 424) and Ibn Abi Shaibah in “Al- Musannaf” (vol. 2 / p. 280) and many others.
(2) Narrated by: Ahmad in “Al-Musnad” (vol. 1 / pp. 444, 421, 463 and 375), At- Tayalisi in “Al-Musnad” (vol. 1 / p. 73), Al-Baihaqi in “As-Sunnan Al-Kubra” (vol. 1 / p. 452), Abu Nu‘aim in “Al-Hilyah” (vol. 4 / p. 198) and Al-Marwazi in “Ta‘thim Qadrus Salat” (no. 109). The hadith is authentic.
(3) “Sahih Ibn Kuzaimah” (vol. 2 / p. 292).
(4) “Fathul Bari” (vol. 2 / p. 49).

Shaikh Ibn Baz said: ‘It is impermissible for a muslim to stay awake late at night even for reading Qur’an or seeking knowledge, if doing so makes him miss Fajr Salat with the congregation or miss the Salat itself at its due time. The matter is even worse if one spends the night watching television, playing cards or the like!! Whoever does so has incurred a sin upon himself and deserves Allah's  (Subhanahu wa Taala) punishment and the punishment of those in authority in order to get back to the right path’.(1)

The third: Some of the well-versed scholars believed that the Muhammad (Sallalaahu Alaihi wa Sallam) warned against staying awake late at night after performing ‘Isha’ Salat because after one’s sins are forgiven due to performing Salat, it is not proper to chat with others lest one articulate words that incur sins on oneself. One should preferably go to sleep immediately after being completely free of sins.(2)

Sufyan Ibn ‘Uyaynah said: ‘Having performed ‘Isha’ Salat, I talked [with my companions] then I thought I should not go to sleep as shuch. Accordingly, I performed Wudu’, performed two Rak‘ahs Salat and asked Allah's  (Subhanahu wa Taala) forgiveness. I have not told you this to seek your praise but that you do the same’.(3)

Al-Qasim Ibn Abi Ayyub said: ‘Sa‘id Ibn Jubair used to perform four Rak‘ah Salat after performing ‘Isha’ Salat. Then when I speak to him while being with him at home he would never talk back to me’.(4)

(1) “Al-Fatawa” (vol. 1 / p. 92).
(2) “Ta‘thim Qadris Salat” (vol. 1 / pp. 166-7).
(3) Narrated by: Al-Marwazi in “Ta‘thim Qadris Salat” (no. 113).
(4) Narrated by: Al-Marwazi in “Ta‘thim Qadris Salat” (no. 114).

Khaithamah said: ‘They [i.e. Sahabah] preferred that one goes to sleep immediately after doing Witr Salat’.(1)

(1) Narrated by: Al-Marwazi in “Qiyamul Lail” (p. 102) and “Ta‘thim Qadris Salat” (no. 115).

The Difference between Taubah and Istaghfar


The Difference between Taubah and Istaghfar
Ibn Qayyim Al-Jawziyah (751H)

There are two types of Istaghfar;
1.    Istaghfar that is mentioned alone.
2.    Istaghfar that is mentioned with Taubah.

The Istaghfar that is mentioned alone is found in the words of Nuh (peace and blessings be upon him) :
 "I said (to them): 'Ask forgiveness from your Lord; Verily, He is Oft-Forgiving; 'He will send rain to you in abundance [ nuh 10-11] 

and in the words of Salih (peace and blessings be upon him) : 
Why seek you not the Forgiveness of Allah, that you may receive mercy?" [ an-naml 46]

 Allah also said,:
“…and ask Allah for His Forgiveness. Truly, Allah is Oft-Forgiving, Most-Merciful. [ Al-Baqarah 199]
“And Allah would not punish them while you (Muhammad) are amongst them, nor will He punish them while they seek (Allah's) Forgiveness[ Al-Anfal 33]

Istaghfar mentioned with Taubah is found in the following verses from the Most Merciful’s speech.

Seek the forgiveness of your Lord, and turn to Him in repentance, that He may grant you good enjoyment, for a term appointed, and bestow His abounding Grace to every owner of grace [ Hud 3]
Ask forgiveness of your Lord and then repent to Him, He will send you (from the sky) abundant rain.[Hud 52] .

Also Prophet Salih’s words to his people have Taubah and Istaghfar mentioned together

He brought you forth from the earth and settled you therein, then ask forgiveness of Him and turn to Him in repentance.[ Hud 61]

and Shuaib’s speech as well has these two actions joined together.

"And ask forgiveness of your Lord and turn unto Him in repentance. Verily, my Lord is Most Merciful, Most Loving." [ Hud 90]

Al-Istaghfar is like Taubah and in reality it is. Contained in Istaghfar is the request of Allah’s forgiveness. Allah’s forgiveness is the removal of the sin, its affect and protection from the sin’s harm…

Al-Istaghfar contains At-Taubah and vice versa. Both of these actions are included in each other. Whenever both of these words are mentioned together Al-Istaghfar is protection from the consequence of any previous evil. At-Taubah on the other hand is to return to Allah obediently and the search of His protection from the sin’s effect in the future.

There are two sins. The sin that was committed. Hence a person does Al-Istaghfar- seeking protection from its harm and evil. And then there is the second sin which is the one that is feared to occur in the future.

At-Taubah is the resolution to avoid the sin and penitence to Allah. Penitence to Allah holds two things. The first is the act of returning to Allah in order to be protected from the result of previous sin and evil. The second thing held in At-Taubah is the search for protection against evil that might befall you in the future resulting from the evil of yourself and deeds.

The sinner is like a driver who takes a road that leads to his death. That road doesn’t take him where he intended to go. He is ordered to take alternative route and travel the road that leads to his safety. That alternative route takes him where he wanted to go and as a result he is successful.

Therefore in this instance there are two things that are necessary.;

1.    Separation from something
2.    Recourse to a different way

At-Taubah is the recourse and Al-Istaghfar is the separation. Whenever these words are mentioned separately one is included in the other. Allah knows best, but that’s why He said, “"And ask forgiveness of your Lord and turn unto Him in repentance “  [ Hud 90]

This is the recourse to the path of truth after separation from the path of falsehood.

In conclusion, Al-Istaghfar is from the chapter of the removal of harm. And At-Taubah is from the chapter of requesting a good outcome. Therefore Al-Maghfirah is protection against sin’s evil and At-Taubah is the obtainment of good after the protection is sought. Each one is included in the other when mentioned alone. Allah knows best

Taken from Madarajus Sallikeen
Translated by Abu Aaliyah Abdullah ibn Dwight Battle

Sunday, January 24, 2010

Kekuatan Sedekah


 Dikisahkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sbb :
Tatkala Allah Ta'ala menciptakan bumi, maka bumipun bergetar. Lalu Allah menciptakan gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumipun terdiam.
Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada gunung ?"
Allah menjawab, " Ada , yaitu besi" (kita mafhum bahwa gunung batupun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi),
Para malaikat bertanya lagi "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada besi ?"
Allah yang Maha Suci menjawab, " Ada , yaitu api" (besi, bahkan bajapun bisa menjadi cair dan lumer setelah dibakar api),
Para malaikat kembali bertanya "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada api ?"
Allah yang Maha Agung menjawab, " Ada , yaitu air" (api membara sedahsyat apapun niscaya akan padam jika disiram air),
Para malaikatpun bertanya kembali "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat daripada air ?"
Allah yang Maha Tinggi dan Maha Sempurna menjawab, " Ada , yaitu angin"    (air disamudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tiada lain karena kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat),
Akhirnya para malaikatpun bertanya lagi "Ya Allah, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dahsyat dari itu semua ?"
Allah yang Maha Gagah dan Maha Dahsyat kehebatannya menjawab, " Ada , yaitu amal anak Adam yangmengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya".
Artinya, yang paling hebat, paling kuat dan paling dahsyat sebenarnya adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersihtulus dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.
Berkaitan dengan ikhlas ini, RasulAllah SAW mengingatkan dalam pidatonya ketika beliau sampai di Madinah pada waktu hijrah dari Makkah : "Wahai segenap manusia ! Sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat, dan seseorang akan mendapatkan (pahala) sesuai dengan apa yang diniatkannya".
Oleh karena itu hendaknya kita selalu mengiringi sedekah kita dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah semata, tanpa tendensi ingin dipuji, dianggap dermawan, dihormati, dll yang dapat menjadikan sedekah kita menjadi sia-sia.
 Ganjaran bersedekah
RasulAllah Shollallahu Alaihi Wa Sallam menganjurkan kepada kita umatnya untuk memperbanyak sedekah, hal itu dimaksudkan agar rezeki yang Allah berikan kepada kita menjadi berkah.
Allah memberikan jaminan kemudahan bagi orang yang berdekah, ganjaran yang berlipatganda (700 kali) dan ganti, sebagaimana firman-Nya dan sabda RasuluAllah SAW, sbb :
Z     Allah Ta'ala berfirman, "Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga) maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah". {Qs. Al Lail (92) : 5-8}
Z     Allah Ta'ala berfirman, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas (kurnia-Nya) lagi maha mengetahui". {Qs. Al Baqarah (2) : 261}
Z     RasulAllah SAW bersabda, "Setiap awal pagi, semasa terbit matahari, ada dua malaikat menyeru kepada manusia dibumi. Yang satu menyeru, "Ya Tuhan, karuniakanlah ganti kepada orang yang membelanjakan hartanya kepada Allah". Yang satu lagi menyeru "musnahkanlah orang yang menahan hartanya".
 Tolak Bala dengan Sedekah
 Orang-orang yang beriman sangat sadar dengan kekuatan sedekah untuk menolak bala, kesulitan dan berbagai macam penyakit, sebagaimana sabda RasulAllah SAW, sbb :
Z     "Bersegeralah bersedekah, sebab yang namanya bala tidak pernah mendahului sedekah".
Z     "Belilah semua kesulitanmu dengan sedekah".
Z     "Obatilah penyakitmu dengan sedekah".
Banyak dari kita yang sudah mengetahui dan memahami perihal anjuran bersedekah ini, namun persoalannya seringkali kita teramat susah untuk melakukannya karena kekhawatiran bahwa kita salah memberi, sebagai contoh kadang kita enggan memberi pengemis/pengamen yang kita temui dipinggir jalan dengan pemikiran bahwa mereka (pengemis/pengamen tsb) menjadikan meminta-minta sebagai profesinya, tidak mendidik, dll. Padahal sesungguhnya prasangka kita yang demikian adalah bisikan-bisikan setan laknatullah yang tidak rela melihat kita berbuat baik (bersedekah) , sebaiknya mulai saat ini hendaknya kita hilangkan prasangka-prasangka yang demikian karena seharusnya sedekah itu kita niatkan sebagai bukti keimanan kita atas perintah Allah dan rasul-Nya yang menganjurkan umatnya untuk gemar bersedekah,
Masalah apabila ternyata kemudian bahwa sedekah yang kita beri kepada pengemis/pengamen tadi tidak tepat sasaran, bukan lagi urusan kita, karena sedekah hakekatnya adalah ladang amal bagi hamba-hamba Allah yang bertakwa. Pengemis/pengamen/ fakir miskin lainnya adalah ladang amal bagi orang yang berkecukupan, dapat kita bayangkan andaikata tidak ada lagi orang-orang tersebut, kepada siapa lagi kita dapat beramal (bersedekah) ???
Atau kalo kita termasuk orang yang tidak suka memberi sedekah (kepada pengemis/pengamen/ fakir miskin) dengan berbagai alasan dan pertimbangan maka biasakanlah bersedekah dengan menyiapkan sejumlah uang sebelum sholat Jum'at dan memasukkan ke kotak-kotak amal yang tersedia dan biasakan dengan memberi sejumlah minimal setiap Jum'at, misalnya Jum'at ini kita menyumbang Rp. 10 ribu ke kotak amal maka sebaiknya Jum'at berikutnya harus sama, syukur-syukur bisa lebih dan terutama harus diiringi dengan keikhlasan.
Sedekah anda, walaupun kecil tetapi amat berharga disisi Allah Azza Wa Jalla. Orang yang bakhil dan kikir dengan tidak menyedekahkan sebagian hartanya akan merugi didunia dan akhirat karena tidak mendapat keberkahan. Jadi, sejatinya orang yang bersedekah adalah untuk untuk kepentingan dirinya. Sebab menginfakkan (belanjakan) harta akan memperoleh berkah dan sebaliknya menahannya adalah celaka. Tidak mengherankan jika orang yang bersedekah diibaratkan orang yang berinvestasi dan menabung disisi Allah dengan jalan meminjamkan pemberiannya kepada Allah. Balasan yang akan diperoleh berlipatganda. Mereka tidak akan rugi meskipun pada awalnya mereka kehilangan sesuatu.
 Sedekah yg pahalanya terus mengalir
 Dari Abu Hurairah RA, bahwa sesungguhnyaRasulullah SAW, telah bersabda : "Bila seorang hamba telah meninggal, segala amalnya terputuskecuali tiga hal : amal jariyahilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo'akannya" (HR. Bukhari, dalam Adabul Mufrad).
 Berikut contoh konkrit, sadaqah (amal) jariah, yang pahalanya terus mengalir walaupun si pemberi sadaqah telah wafat : 
 
SADAQAH JARIAH –
KEBAIKAN YANG TAK BERAKHIR
AL SADAQAT AL JARIYAH –
THE ACTIONS WHICH OUTLIVES YOU !
1.      Berikan Al-Quran pada seseorang, setiap saat Al-Quran tersebut dibaca, anda mendapatkan kebaikan.
Give Quran to someone and each time they read from it, you will gain hasanaat.
2.      Ajarkan seseorang sebuah do'a. Pada setiap bacaan do'a itu, anda mendapatkan kebaikan.
Teach someone to recite a dua. With each recitation, you will gain hasanaat.
3.      Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, anda mendapatkan kebaikan.
Donate a wheel chair to a hospital and each time a sick person uses it, you will gain hasanaat.
4.      Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau hewan berlindung dibawahnya atau makan buahnya, anda dapat kebaikan.
Plant a tree. Each time any person or an animal sits under its shade or eats from the tree, you will gain hasanaat.
5.      Tempatkan pendingin air di tempat umum.
Place a water cooler in a public place.
6.      Berbagi bacaan yang membangun dengan seseorang.
Share constructive reading material with someone.
7.      Libatkan diri dalam pembangunan mesjid.
Participate in the building of a mosque.
8.      Berbagi CD Quran atau Do'a.
Share a dua or Quran CD.
9.      Bantulah pendidikan seorang anak.
Help in educating a child.
10.  Bagikan pengetahuan ini dengan orang lain. Jika seseorang menjalankan salah satu dari hal diatas, Anda dapat kebaikan sampai hari Qiamat.
Share this with someone. If one person applies any of the above you will receive your hasanaat until the Day of Judgment.
Jadilah dai "sejuta artikel" dengan meneruskan artikel ini kepada saudara-saudara kita sesama muslim yang barangkali belum mengetahuinya, sehingga kita tidak dilaknat Allah dan seluruh mahluk karena tidak menyampaikan (menyembunyikan) apa yang telah kita ketahui, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah Ayat 159 :
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterang an dan petunjuk hidayat, sesudah Kami terangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itudilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk".
Dari Abdullah bin 'Amru ra, RasulAllah S.A.W bersabda: "Sampaikanlah pesanku walaupun hanya satu ayat".
Semoga Allah Ta'ala membalas 'amal Ibadah kita.

barokah subuh



al barokatu fi bukuriha

Di antara waktu-waktu istimewa yang diciptakan Allah SWT untuk Muslim adalah saat Subuh. Di dalamnya terkandung banyak keberkahan. Begitu mulianya waktu Subuh, Rasulullah SAW secara khusus berdoa. ''Ya Allah berkahilah umatku selama mereka senang bangun Subuh.'' (HR Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).



Rasulullah SAW mengungkapkan, bila umatnya bangun dan melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid, maka Allah SWT akan melindunginya seharian penuh. Seperti dikatakan Jundab bin Sufyan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Barangsiapa yang menunaikan shalat Subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka, jangan coba-coba membuat Allah membuktikan jaminan-Nya.'' (HR Muslim).


Berkah ada pada waktu pagi (albarakatu fi bukuriha), begitu ungkapan orang Arab. Benar, pagi memang memiliki banyak berkah. Salah satunya ketika berzikir pagi, yang begitu dianjurkan untuk memperoleh rahmat-Nya. ''Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang untuk mengharapkan keridhaan-Nya.'' (QS Al-Kahfi [18]: 28).

Rasulullah SAW juga menjelaskan keberkahan zikir pagi antara shalat Subuh hingga terbitnya matahari, yang ditutup dengan shalat Dhuha. ''Barangsiapa yang ikut shalat Fajar berjamaah di masjid, kemudian duduk berzikir mengingat Allah SWT sampai matahari terbit, lalu mengerjakan shalat dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna, sempurna, dan sempurna.'' (HR Tirmidzi).


Keberkahan Subuh juga membuka pintu-pintu rezeki-Nya yang telah dihamparkan di hari itu. Sebab itu, Allah SWT menyerukan Muslim untuk menyambut rezeki-Nya dengan bersegera bangun pagi.


Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ahmad dan Baihaqi, diceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW pulang dari shalat Subuh di Masjid Nabawi, beliau mendapati putrinya Siti Fatimah masih tidur-tiduran. Dengan penuh kasih sayang lantas beliau menggerakkan badan putrinya itu sembari berkata, ''Wahai anakku, bangunlah, saksikan rezeki Tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang yang lalai karena Allah membagikan rezeki kepada hamba-Nya, antara terbit fajar dengan terbit matahari.''


Bersegera bangun saat Subuh, ketika suasana pagi masih tampak sunyi, banyak keberkahan yang akan dilimpahkan Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah SWT akan melindunginya seharian penuh, mengucurkan rahmat, memberi pahala yang banyak, membuka pintu-pintu rezeki, melimpahkan kesegaran pikiran dan ketenangan, dan menyehatkan badan ketika bergerak bangun tidur lalu melakukan wudhu dan melangkahkan kaki shalat Subuh berjamaah ke masjid.



Oleh : Jamalullail Mahfudz